Kalau berburu itu dengan menggunakan
anjing, atau burung elang, misalnya, maka yang diharuskan dalam masalah ini
ialah sebagai berikut:
-
Binatang tersebut harus dididik.
-
Binatang tersebut harus memburu untuk kepentingan tuannya. Atau dengan ungkapan yang dipakai al-Quran, yaitu: Hendaknya binatang tersebut menangkap untuk kepentingan tuannya, bukan untuk kepentingan dirinya sendiri.
-
Disebutnya asma' Allah ketika melepas.
Dasar persyaratan ini ialah sebagaimana
yang dinyatakan oleh al-Quran:
"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad!). Apakah yang dihalalkan buat mereka? Katakanlah: Telah dihalalkan kepadamu yang baik-baik dan apa-apa yang kamu ajar dari binatang-binatang penangkap yang terdidik, yang kamu ajar mereka dari apa-apa yang Allah telah mengajarkan kepadamu, maka makanlah dari apa-apa yang mereka tangkap untuk kamu dan sebutlah asma'Allah atasnya" (al-Maidah: 4)
a) Definisi mengajar, sebagaimana yang
dikenal, yaitu kemampuan si tuan untuk memberi komando dan mengarahkan, dimana
kalau anjing itu diundang akan datang, kalau dilepas untuk berburu dia akan
bertahan dan kalau diusir akan pergi --walaupun definisi ini ada sedikit
perbedaan antara ahli-ahli fiqih dalam beberapa hal-- tetapi yang terpenting,
yaitu pendidikannya itu dapat dibuktikan menurut kebiasaan yang
berlaku.
b) Definisi menangkap untuk tuannya,
yaitu bahwa binatang tersebut tidak makan binatang yang ditangkap
itu.
Sesuai dengan sabda Rasulullah
s.a.w.:
"Kalau kamu melepaskan anjing, kemudian dia makan binatang buruan itu, maka jangan kamu makan dia, sebab berarti dia itu menangkap untuk dirinya sendiri. Tetapi jika kamu lepas dia kemudian dapat membunuh dan tidak makan, maka makanlah karena dia itu menangkap untuk tuannya." (Riwayat Ahmad, dan yang sama dengan hadis ini diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari dan Muslim)
Diantara ahli-ahli fiqih ada yang
membedakan antara binatang buas sebangsa anjing dan burung sebangsa rajawali.
Kalau burung itu makan sedikit dari binatang yang ditangkapnya, maka binatang
tersebut boleh dimakan, tetapi apa yang dimakan oleh anjing tidak boleh
dimakan.
Hikmah kedua persyaratan ini, yaitu:
mendidik anjing dan menangkap untuk tuannya, adalah menunjukkan ketinggian
martabat manusia dan kebersihan manusia sehingga tidak mau makan kelebihan atau
sisa anjing; dan keberanian anjing itu sendiri dapat memungkinkan untuk
mempermainkan jiwa-jiwa yang lemah. Tetapi kalau anjing itu terdidik dan dia
menangkap untuk tuannya, maka waktu itu dia berkedudukan sebagai alat yang
dipakai oleh pemburu yang tak ubahnya dengan tombak.
3). Sedang menyebut asma' Allah ketika
melepas anjing, yaitu seperti menyebut asma' Allah ketika melepaskan panah,
tombak atau memukulkan pedang. Dalam hal ini ayat al-Quran telah memerintah
dengan tegas "dan sebutlah asma' Allah atasnya" (al-Maidah: 4). Begitu juga
beberapa hadis yang sahih, yang di antaranya ialah hadisnya Adi bin
Hatim.
Di antara dalil yang menunjukkan
persyaratan ini, yaitu kalau ada seekor anjing berburu bersama anjing lainnya,
kemudian si tuan itu memakai kedua anjing tersebut, maka binatang yang ditangkap
oleh kedua anjing tersebut tidak halal.
Dalam hal.ini Adi pernah bertanya kepada
Nabi sebagai berikut:
"Aku melepaskan anjingku, tetapi kemudian kudapati anjingku itu bersama anjing lain, aku sendiri tidak tahu anjing manakah yang menangkapnya? Maka jawab Nabi. Jangan kamu makan, sebab kamu menyebut asma' Allah itu pada anjingmu, sedang anjing yang lain tidak." (Riwayat Ahmad)
Kemudian kalau lupa tidak menyebut asma'
Allah baik ketika memanah ataupun ketika melepas anjing, maka dalam hal ini
Allah tidak mengambil suatu tindakan hukum kepada orang yang lupa dan keliru.
Oleh karena itu susullah penyebutan asma' Allah itu ketika makan, sebagaimana
telah terdahulu pembicaraannya dalam bab menyembelih.
Tentang hikmah menyebut asma' Allah
telah kami jelaskan dalam bab penyembelihan, maka apa yang dikatakan di sana,
begitulah yang dikatakan di bab ini juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar