Islam mengharamkan perempuan memakai
pakaian yang membentuk dan tipis sehingga nampak kulitnya. Termasuk diantaranya
ialah pakaian yang dapat mempertajam bagian-bagian tubuh, khususnya
tempat-tempat yang membawa fitnah, seperti: buah dada, paha, dan
sebagainya.
Dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (l) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan bisa masuk sorga, dan tidak akan mencium bau sorga, padahal bau sorga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian." (Riwayat Muslim, Babul Libas)
Mereka dikatakan berpakaian, karena
memang mereka itu melilitkan pakaian pada tubuhnya, tetapi pada hakikatnya
pakaiannya itu tidak berfungsi menutup aurat, karena itu mereka dikatakan
telanjang, karena pakaiannya terlalu tipis sehingga dapat memperlihatkan kulit
tubuh, seperti kebanyakan pakaian perempuan sekarang ini.
Bukhtun adalah salah satu macam daripada
unta yang mempunyai kelasa (punuk) besar; rambut orang-orang perempuan seperti
punuk unta tersebut karena rambutnya ditarik ke atas.
Dibalik keghaiban ini, seolah-olah
Rasulullah melihat apa yang terjadi di zaman sekarang ini yang kini diwujudkan
dalam bentuk penataan rambut, dengan berbagai macam mode dalam salon-salon
khusus, yang biasa disebut salon kecantikan, dimana banyak sekali laki-laki yang
bekerja pada pekerjaan tersebut dengan upah yang sangat
tinggi.
Tidak cukup sampai di situ saja, banyak
pula perempuan yang merasa kurang puas dengan rambut asli pemberian Allah. Untuk
itu mereka belinya rambut palsu yang disambung dengan rambutnya yang asli,
supaya nampak lebih menyenangkan dan lebih cantik, sehingga dengan demikian dia
akan menjadi perempuan yang menarik dan memikat hati.
Satu hal yang sangat mengherankan,
justru persoalan ini sekarang sering dikaitkan dengan masalah penjajahan politik
dan kejatuhan moral, dan ini dapat dibuktikan oleh suatu kenyataan yang terjadi,
dimana para penjajah politik itu dalam usahanya untuk menguasai rakyat sering
menggunakan sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat dan untuk dapat mengalihkan
pandangan manusia, dengan diberinya kesenangan yang kiranya dengan kesenangannya
itu manusia tidak lagi mau memperhatikan persoalannya yang lebih
umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar